Minggu, 28 Juli 2013

SYAIKH MAULANA ISHAQ



SYAIKH MAULANA ISHAQ, ANGGOTA WALI SONGO PERIODE 1, AHLI PENGOBATAN ISLAM

Oleh: KH.Shohibul Faroji Al-Robbani

Maulana Ishaq adalah anak dari Sayyid Husain Jamaluddin. Yang bergelar Syekh Jumadil Kubro. Maulana Ishaq adalah adik dari Maulana Malik Asmaraqandi [Sunan Gresik]
Pembaca perlu membedakan antara Syaikh Jumadil Kubro [ayah Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak ini] dengan Maulana Ahmad Jamadil Kubro. Dua orang yang berbeda.
Sama dengan kakaknya, yaitu Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi [Sunan Gresik]. Maka Maulana Ishaq dilahirkan di Samarkand, Uzbekistan. Dahulu bagian dari wilayah Kerajaan Turki Utsmani. Dalam satu data, ditemukan bahwa Maulana Ishaq ini adalah masih kerabat dan guru dari Laksamana Cheng Ho.
Nasab keluarga Maulana Ishaq yang lengkap dan benar adalah: Maulana Ishaq bin Husein Jamaluddin [Syaikh Jumadil Kubro] bin Ahmad Syah Jalaluddin bin 'Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan bin 'Alwi 'Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin 'Ali Khali Qasam bin 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin 'Alwi Al-Mubtakir bin 'Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin 'Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Hubungannya dengan Wali Songo yang lain adalah: [Maulana Ishaq adalah adik kandung Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi yang bergelar Sunan Gresik], [Maulana Ishaq adalah paman dari Sunan Ampel Surabaya dan Sayyid Ali Murtadha yang bergelar Sunan Santri atau Raden Santri atau Raja Pendeta], [Maulana Ishaq adalah ayah kandung dari Sunan Giri Gresik], [Maulana Ishaq adalah kakek paman dari Sunan Bonang, Sunan Drajat dan Sunan Ngudung] dan [Maulana Ishaq adalah Buyut paman dari Sunan Kudus].

Dakwah Maulana Ishaq ke Belambangan Banyuwangi
Di awal abad 14 M. Kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agama Hindu dan ada sebagian yang Memeluk agama Budha. Kerajaan Blambangan terdapat di daerah Banyuwangi Selatan, dekat dengan daerah Muncar.
Pada suatu hari Prabu Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya, pasalnya putri mereka satu-satunya telah jatuh sakit selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib untuk mengobatinya tapi sang putri belum sembuh juga.
Memang pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda pegebluk atau wabah penyakit. Banyak sudah korban berjatuhan. Menurut gambaran babad Tanah Jawa esok sakit dan sorenya mati. Seluruh penduduk sangat prihatin, berduka cita, dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi macet total,

Atas saran permaisuri Prabu Meunak Sembuyu kemudian mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan putrinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda.
Sayembara disebar dihampir pelosok negeri. Sehari, dua hari, seminggu bahkan berbulan-bulan kemudian tak ada seorangpun yang menyatakan kesanggupannya untuk mengikuti sayembara 'itu.
Permaisuri makin sedih hatinya. Prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur isterinya dengan menugaskan Patih Bajul Sengara untuk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit putrinya,
Diiringi beberapa prajurit pilihan, Patih Bajul Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa bisanya tinggal di puncak atau lereng-lemng gunung, maka kesanalah Patih Bajul Sengara mengajak pengikutnya mencari orang-orang sakti, Patih Bajul Sengara akhirnya bertemu dengan Raja Kandaya yang mengetahui adanya seorang tokoh sakti dari negeri seberang. Orang yang dimaksud adalah Syekh Maulana lshaq yang sedang berdakwah secara sembunyi-sembunyi di daerah Blambangan. Tepatnya di Kota Banyuwangi [Sekarang tempat berdakwahnya Maulana Ishaq, oleh masyarakat Banyuwangi dibangun sebagai Masjid dan di beri nama Masjid Jami’ Baiturrahim, di depan Polres Banyuwangi].
Patih Bajul Sengara dapat bertemu dengan. Syekh Maulana lshak yang sedang bertafakkur di sebuah goa yang terdapat di kawasan Rogojampi, di daerah Cemoro. Setelah terjadi negosiasi bahwa Raja dan Rakyat Blambangan mau diajak memeluk agama Islam maka Syekh Maulana Ishak bersedia datang ke istana Blambangan. la memang piawai dibidang ilmu kedokteran, putri Dewi Sekardadu sembuh dan setelah diobati Pagebluk juga lenyap dari wilayah Blambangan.
Sesuai janji Raja maka Sekh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Diberi kedudukan sebagai Adipati untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan tepatnya di Banyuwangi bagian Utara, yang sekarang menjadi Kota Banyuwangi. Dari daerah sinilah lahir seorang bayi mungil yang elok, namanya Sayyid ’Ainul Yaqin yang kelak setelah dewasa bergelar Sunan Giri. Oleh masyarakat Banyuwangi, daerah kelahiran Sunan Giri, dijadikan nama desa dan kecamatan, yaitu Kecamatan Giri.
.
Hasutan dan Fitnah kepada Maulana Ishaq
Tujuh bulan sudah Syekh Maulana Ishak menjadi Adipati baru di Blambangan. Makin hari semakin bertambah banyak saja penduduk Blambangan yang masuk agama Islam. Sementara Patih Bajul Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang Prabu dengan hasutan-hasutan jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahui hal ini.
Patih Bajul Sengara sendiri tanpa sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teror pada pengikut Syakh Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana Ishak diculik, disiksa dan dipaksa kembali kepada agama lama, Walaupun kegiatan itu dilakukan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi pada akhirnya Syekh Maulana Ishak mengetahui juga.
Pada saat itu Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan. Syekh Maulana Ishak sadar, bila hal itu diteruskan akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu, Kasihan rakyat jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera berpamitan kepada isterinya untuk pergi meninggalkan Blambangan. Maulana Ishaq pergi menuju Gresik untuk bertemu dengan kakaknya, yaitu Maulana Malik Ibrahim, seminggu kemudian dia menuju Ampel Denta menemui keponakannya, yaitu Sunan Ampel dan menitipkan bayinya yang masih ada di Blambangan. Maulana Ishaq kemudian berlayar menuju Kerajaan Samudera Pasai, dan berdakwah di sana.
Demikianlah, pada tengah malam, dengan hati berat karena harus meninggalkan isteri yang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan seorang diri. Besok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan Syekh Maulana lshak,Tentu saja Patih kecewe, walau seluruh isi istana di obrak-abrik dia tidak menemukan Syakh Maulana Ishak yang sangat dibencinya.
Dua bulan kemudian dari rahim Dewi Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupawan. Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu dan permaisurinya merasa senang dan bahagia melihat kehadiran cucunya yang tampan dan rupawan itu. Bayi itu lain daripada yang lain, wajahnya mengeluarkan cahaya terang.
Lain halnya dengan Patih Bajul Sengara. Dia menghasut Prabu Menak Sembuyu agar terus membunuh Syaikh Maulana Ishaq dan membunuh bayinya. Kebetulan setelah ditinggal Maulana Ishaq, kondisi Blambangan menjadi terjangkit lagi oleh penyakit Pagebluk tersebut. Penyakit pagebluk semacam penyakit Tho’un atau virus flu burung atau flu babi.
Patih Bajul Sengara menghasut Raja dengan berkata: "Bayi itu ! Benar gusti Prabu ! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencana di kemudian hari. Wabah penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal di Blambangan ini disebabkan adanya hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu !" kilah Patih Bajul Sengara dengan alasan yang dibuat-buat. Sang Prabu tidak cepat mengambil keputusan, dikarenakan dia terlanjur menyukai kehadiran cucunya itu, namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan tuduhan keji akhirnya Sang Prabu terpengaruh juga.
Walau demikian tiada tega juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung, Bayi yang masih berusia empat puluh hari dimasukkan ke dalam peti dan diperintahkan untuk dibuang ke Samudera. [Bersambung ke Biografi Sunan Giri].
Bagaimana dengan Maulana Ishaq?. Maulana Ishaq kemudian singgah ke Gresik menemui Maulana Malik Ibrahim, untuk melaporkan hasil dakwahnya di Blambangan dan meminta saran kepada kakaknya itu sebagai ketua Wali Songo Periode 1. Oleh kakaknya, Maulana Ishaq disarankan ke Surabaya dulu untuk beristirahat selama 40 hari menemui Sunan Ampel, dan ditugasi untuk berdakwah ke Kerajaan Samudera Pasai. Kebetulan Kerajaan Samudera Pasai membutuhkan seorang Penasehat [Mufti]. Maulana Ishaq menjadi Anggota Wali Songo selama 2 Periode. Kemudian pada periode ke 3 digantikan oleh putranya, yaitu Sunan Giri. Dari data yang didapatkan oleh penulis, Maulana Ishaq wafat di Singapore yang saat itu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Samudera Pasai. Dan dimakamkan di sana.

Kejang kedua



Kejang kedua
9 Desember 2012

Malam itu kisaran pukul 04.00, selepas sholat subuh kudengar keluhan dari istriku tentang tangan kirinya yang nggak terkontrol.

“Mas…maaaas tanganku, maaaas tanganku”, sambil mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi.
Segera kususul ternyata dia sudah mulai menggelepar dan kejang, sesuai petunjuk dari artikel yang aku baca maka aku posisikan miring dan kujaga, tanpa bisa bertindak apapun hanya memandangi istriku kejang dalam ketidak berdayaan, setelah semua fase terlewati, seperti halnya kejang pertama, aku menganjurkan dia untuk periksa dokter keluarga nanti malam.

Dokter keluargaku dengan jaminan ASKES, dr. Taqwa Rini, memberi rujukan ke dokter syaraf di RS Kariadi Semarang. Esok paginya kami periksa di RS. Kariadi, di Pavilyun Garuda, dan aku memilih Prof. Amin Husni sebagai dokter spesialis syaraf. Pada pertemuan I dengan beliau ini, kami disuruh periksa MRI, karena MRI di RS Kariadi dalam kondisi perbaikan maka kami dibekali surat pengantar untuk melakukan pemeriksaan MRI di RS. Tlogorejo Semarang. Jam 13.00 kami sampai dan jam 15.00 kami dipanggil untuk melakukan pemeriksaan melalui peralatan MRI, setelah kami diberi penjelasan secukupnya, misalnya bahwa MRI adalah Magnetik maka kami tidak diperkenankan memakai segala perhiasan, alat komunikasi (HP), kesemuanya dimasukkan dalam locker,serta penjelasan bahwa bila nanti diperlukan ada tambahan contras maka akan dikenakan biaya tambahan dan kami manut saja, proses pemeriksa berlangsung hampir 1 jam, dengan penyuntikan kontras, istriku hanya berbaring diatas bidang periksa, yang mana atasnya ada lingkaran besar, sebentar-sebentar terdengan bunyi “tuk…tuk….tuuuuk…..”
Hasil pemeriksaan MRI baru dapat diambil 3 jam setelah periksa, tanpa pulang kami meneruskan pemeriksaan lanjutan di lab. CITO untuk periksa darah dan urine, jam 19.00 kami mengambil hasil test MRI, dengan hati berdebar kubuka sampul besar, ternyata berisikan 12 film persis roentgen dan sekeping CD, serta selembar surat hasil diagnosa yang ditujukan kepada Prof. Amien Husni. Sempat aku buka file tersebut dan kulihat.


Esoknya kami sampaikan hasil pemeriksaan MRI kepada Prof. Amien Husni, beliau berbisik padaku tanpa sepengetahuan istriku, “Harus operasi.”
“Ini saya kasih resep dan rujukan ke dokter Bedah Syaraf, Ya!” kata Prof. Amien.
“Baik Prof.” kataku, kemudian perawat mendaftarkan pada dokter bedah syaraf, kembali aku disuruh memilih dokter, dan aku mempercayakan dr. Erry Andhar untuk menanganinya, terlihat perawat menghubungi beliau dan beliau bersedia hadir ke RS Kariadi 2 jam lagi.

Dalam masa menunggu kehadiran dokter spesialis bedah syaraf, pikiran dan perasaanku tidak karuan, bingung memaknai kata-kata Prof. Amien. “OPERASI” ya, bagi sebagian orang termasuk keluarga kami kata-kata itu sangat menyengat dan menakutkan, karena memang belum pernah ada dalam keluarga kami yang mengalaminya, apalagi ini yang dioperasi adalah kepala.
Kesedihan dan kebingunganku terbaca oleh istriku, dia menanyakannya dan kujawab aku belum tahu pasti, tunggulah dokter Bedah Syaraf.
Setelah beberapa saat kami diam dr. Erri Andhar datang dan kamipun dipanggil oleh perawat, setelah melihat dan mengamati photo hasil MRI dan rujukan dari Prof. Amien Husni. Beliau berkata dihadapan kami berdua : “Operasi ya Bu!”.

Serta merta istriku menundukkan kepala, diam, shock.

“Nggak apa-apa, nggak terasa koq. Coba bu berbaring saya periksa.”
Dengan tertunduk lesu istriku melangkah menuju ‘dipan’ periksa.
“Tensi normal, aaah tenang aja, bu...” berkali-kali dokter menenangkan istriku seolah-olah ingin mengganti kesalahan ucapnya yang membuat pasien “shock”. Ya! Itu dilakukannnya berkali-kali bahkan beliau menambahkan satu resep untuk menekan pertumbuhan tumor, selama masa menunggu.
“Terima kasih, Dok” kataku.
“ Dan ini pengantar untuk pesan kamar.”

Setelah menyerahkan berkas pemeriksaan kepada perawat dokter mempersilahkan kami untuk mendaftar ruang di bagian informasi, dan kamipun berpamitan.

Jumat, 26 Juli 2013

Syech Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandi



MAULANA MALIK IBRAHIM ASMARAQANDI, KETUA WALI SONGO PERIODE PERTAMA


Oleh: KH.Shohibul Faroji Al-Robbani

Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi, seorang sayyid keturunan Nabi Muhammad Saw, Penyebar Agama Islam di Indonesia yang berasal dari Turki. Dia merupakan Ketua Wali Songo Periode Ke-1. Atau disebut juga Wali Senior. Maulana Malik Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.
Hubungannya dengan wali-wali yang lain adalah: [Maulana Ishaq adalah adik kandung Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Santri/ Sayyid Fadhal ’Ali Murtadha adalah putra ke 1 dari Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Ampel/ Sayid Fadhal ’Ali Rahmatillah adalah putra ke-2 dari Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Ngudung/ Sayyid Utsman Haji adalah cucu Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Bonang adalah cucu Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Derajat adalah cucu Maulana Malik Ibrahim], [Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim] dan [Sunan Kudus/ sayyid Ja’far Shodiq adalah cicit dari Maulana Malik Ibrahim].
Nasab keluarga Maulana Malik Ibrahim yang lengkap dan benar adalah: Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Syah Jalaluddin bin 'Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan bin 'Alwi 'Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin 'Ali Khali Qasam bin 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin 'Alwi Al-Mubtakir bin 'Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin 'Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi adalah seorang mursyid dan ulama;, dia berguru kepada beberapa guru di antaranya Sayyid ’Ali bin ’Abdul Quddus, Syaikh ’Abdul Wahhab As-Sya’rani dan Syaikh Jalaluddin As-Suyuthi [Penulis Tafsir Jalalain].
Pusat dakwah Maulana Malik Ibrahim adalah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Cara berdakwahnya adalah pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Dia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar. Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit menerima Maulana Malik Ibrahim sebagai Penasehat Kerajaan Majapahit., bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik sebagai prestasi yang dilakukan oleh maulana Malik Ibrahim bagi kemajuan Kerajaan Majapahit. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasi makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
Keahlian Maulana Malik Ibrahim adalah sebagai Ahli Tata Negara, bahkan Ia adalah salah satu dari Penasehat Kerajaan Majapahit. Di samping itu dia juga ahli dalam bidang pengobatan dan pertanian. Dia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib atau dokter, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa [Sekarang Muangthai].
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para Sultan dan Wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah.
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Mutiara Hikmah Dibalik Kesulitan



Mutiara Hikmah Dibalik Kesulitan

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ اَعْيَادُ الْمُرِيْدِيْنَ . رُبَمَا وَجَدْتَ مِنَ الْمَزِيْدِ فِىْ الْفَاقَاتِ مَالَاتَجِدُهُ فِىْ الْصَوْمِ وَالْصَلَاةِ . الفَاقَاتُ بُسُطُ الْمَوَاهِبِ . إِنْ اَرَدْتَ وُرُوْدَ الْمَوَاهِبِ عَلَيْكَ صَحِّحِ الْفَقْرَ لَدَيْكَ إِنَّمَا الْصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرآءِ


Waktu sempit adalah hari raya bagi orang yang mempunyai hajat. Terkadang engkau mendapatkan mazidah di dalam waktu tertentu yang tidak engkau dapatkan di dalam puasa dan sholat. Waktu sempit adalah ladang pemberian. Jika engkau berkehendak turunnya pemberian, maka bersungguh-sungguhlah merasa fakir di hadapan-Nya; Sengguhnya sedekah itu bagi orang fakir.(Hikam Ibnu Atho'illah Assakandary)

Dua hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia, waktu sempit dan waktu longgar. Itulah realita hidup, siapapun tidak mampu menolaknya, meski dibenci maupun disukai. Namun sejatinya itu merupakan batu ujian, dengan itu supaya hati orang beriman selalu ingat kepada Tuhannya. Allah menyatakan hal itu dengan firman-Nya:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan(QS.Al-Anbiya(21);35).

Di waktu longgar, oleh karena kebutuhan hidup selalu tercukupi, maka secara manusiawi menyebabkan hati orang beriman terkadang menjadi lalai. Saat itu mereka seringkali malah hanya mengikuti nafsu syahwat belaka. Akibatnya, kalau toh mereka masih terlindungi dari perbuatan maksiat dan dosa, ibadah malam yang diistiqomahkan menjadi berat untuk dilakukan.

Bagi seorang salik, hal itu bisa menyebabkan iman menjadi keruh dan gersang. Munajat malam menjadi mandul sehingga pintu ijabah terhalang kabut kegelapan. Dalam keadaan demikian, berarti tingkat pencapaian yang diharapkan setiap saat bisa selalu meningkat, menjadi jauh dari jangkauan tangan karena kesempatan selalu terlewatkan. Itulah kerugian yang nyata, karena berjalannya waktu dan berkurangnya usia dalam hidup terbuang dengan sia-sia.

Jatah hidup itu tidak boleh terlewatkan tanpa menghasilkan amal dan karya, karena setiap tarikan nafas dan detak jantung, kenikmatannya harus mampu dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, waktu sempit itu didatangkan, silih berganti dengan waktu longgar, supaya dalam waktu sempit nafas-nafas kehidupan lebih membawa keberuntungan. Dalam waktu sempit, disamping nafsu syahwat tidak dapat mengambil keuntungan, himpitan kebutuhan hidup justru menarik hati untuk mendekat kepada Tuhan.


Hati orang beriman, dalam keadaan bagaimanapun tidak sempat menoleh kepada selain Allah untuk mengharapkan pemenuhan kebutuhan, karena di dalam bilik hati itu yang ada hanya Alloh yang mendatangkan pemberian. Kalau tidak demikian, berarti iman mereka belum sempurna. Oleh karena itu, waktu sempit justru menjadi penolong baginya, karena saat itu tidak hanya sholat malam dan dzikir saja yang mendapat kemudahan, tetapi juga kenikmatannya mudah diresapi dalam dalam waktu panjang.

Dalam waktu sempit itu setiap saat hati mereka justru tertarik untuk wushul kepada Tuhannya. Harapan hati selalu terkondisi untuk merasa fakir kepada-Nya, karena mereka yakin hanya Dia-lah yang dapat menyelesaikan segala urusan. Seperti orang yang dihimpit hutang yang harus segera diselesaikan, padahal belum ada persiapan untuk pelunasan, saat itu iman malah menjadi cemerlang. Sholat dan dzikir malam yang biasanya berat menjadi ringan bahkan menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, terlebih ketika jaminan sudah waktunya mau dilelang.

Dalam himpitan hidup itu, terkadang orang beriman menemukan mazidah yang tidak pernah ditemukan dalam sholat maupun puasa. Bukan sekedar berbentuk pahala, tetapi berupa pemahaman hati untuk mensikapi realita. Ilmu yang memancar dalam hati yang tidak bisa didapatkan dengan membaca maupun mendengarkan, itulah bagian dari rahasia ilmu laduni yang diturunkan dalam hati orang beriman, warid yang diturunkan buah wirid yang dijalani.

Bagaikan mentari pagi ketika memancarkan sinar, ketika pemahaman itu telah menyinari hati orang beriman, maka ufuk dada mereka menjadi lapang. Meskipun urusan hutang belum menunjukkan titik terang, namun mereka mampu menghadapi dengan hati tenang. Tidak takut dan khawatir karena yakin Allah akan menurunkan pertolongan. Mazidah itu bisa diturunkan, karena saat masa sulit itu ibadah yang dilaksanakan mampu didasari dengan iman dan keyakinan.

Jika orang beriman mampu mengkondisikan hatinya seperti keadaan orang yang sedang terhimpit dalam kesulitan. Mereka mampu melahirkan sifat fakir di hadapan kekuasaan dan kebesaran Allah, maka meski tanpa adanya himpitan hidup yang mendesak, mazidah itu akan tetap didatangkan. Itulah sunnah yang sudah ditetapkan. Sebagai hukum sebab akibat yang tidak ada perubahan. Apabila orang beriman mampu mengkondisikan sebab dengan sempurna maka akibatnya akan didatangkan dengan sempurna pula. Asy-Syekh berkata: Jika engkau berkehendak diturun pemberian kepadamu, maka bersungguh-sungguhlah engkau merasa fakir di hadapan-Nya; Sesungguhnya sedekah itu bagi orang fakir.
 (QS.At-Taubah(9);60)