Jumat, 26 Juli 2013

Mutiara Hikmah Dibalik Kesulitan



Mutiara Hikmah Dibalik Kesulitan

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ اَعْيَادُ الْمُرِيْدِيْنَ . رُبَمَا وَجَدْتَ مِنَ الْمَزِيْدِ فِىْ الْفَاقَاتِ مَالَاتَجِدُهُ فِىْ الْصَوْمِ وَالْصَلَاةِ . الفَاقَاتُ بُسُطُ الْمَوَاهِبِ . إِنْ اَرَدْتَ وُرُوْدَ الْمَوَاهِبِ عَلَيْكَ صَحِّحِ الْفَقْرَ لَدَيْكَ إِنَّمَا الْصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرآءِ


Waktu sempit adalah hari raya bagi orang yang mempunyai hajat. Terkadang engkau mendapatkan mazidah di dalam waktu tertentu yang tidak engkau dapatkan di dalam puasa dan sholat. Waktu sempit adalah ladang pemberian. Jika engkau berkehendak turunnya pemberian, maka bersungguh-sungguhlah merasa fakir di hadapan-Nya; Sengguhnya sedekah itu bagi orang fakir.(Hikam Ibnu Atho'illah Assakandary)

Dua hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia, waktu sempit dan waktu longgar. Itulah realita hidup, siapapun tidak mampu menolaknya, meski dibenci maupun disukai. Namun sejatinya itu merupakan batu ujian, dengan itu supaya hati orang beriman selalu ingat kepada Tuhannya. Allah menyatakan hal itu dengan firman-Nya:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan(QS.Al-Anbiya(21);35).

Di waktu longgar, oleh karena kebutuhan hidup selalu tercukupi, maka secara manusiawi menyebabkan hati orang beriman terkadang menjadi lalai. Saat itu mereka seringkali malah hanya mengikuti nafsu syahwat belaka. Akibatnya, kalau toh mereka masih terlindungi dari perbuatan maksiat dan dosa, ibadah malam yang diistiqomahkan menjadi berat untuk dilakukan.

Bagi seorang salik, hal itu bisa menyebabkan iman menjadi keruh dan gersang. Munajat malam menjadi mandul sehingga pintu ijabah terhalang kabut kegelapan. Dalam keadaan demikian, berarti tingkat pencapaian yang diharapkan setiap saat bisa selalu meningkat, menjadi jauh dari jangkauan tangan karena kesempatan selalu terlewatkan. Itulah kerugian yang nyata, karena berjalannya waktu dan berkurangnya usia dalam hidup terbuang dengan sia-sia.

Jatah hidup itu tidak boleh terlewatkan tanpa menghasilkan amal dan karya, karena setiap tarikan nafas dan detak jantung, kenikmatannya harus mampu dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, waktu sempit itu didatangkan, silih berganti dengan waktu longgar, supaya dalam waktu sempit nafas-nafas kehidupan lebih membawa keberuntungan. Dalam waktu sempit, disamping nafsu syahwat tidak dapat mengambil keuntungan, himpitan kebutuhan hidup justru menarik hati untuk mendekat kepada Tuhan.


Hati orang beriman, dalam keadaan bagaimanapun tidak sempat menoleh kepada selain Allah untuk mengharapkan pemenuhan kebutuhan, karena di dalam bilik hati itu yang ada hanya Alloh yang mendatangkan pemberian. Kalau tidak demikian, berarti iman mereka belum sempurna. Oleh karena itu, waktu sempit justru menjadi penolong baginya, karena saat itu tidak hanya sholat malam dan dzikir saja yang mendapat kemudahan, tetapi juga kenikmatannya mudah diresapi dalam dalam waktu panjang.

Dalam waktu sempit itu setiap saat hati mereka justru tertarik untuk wushul kepada Tuhannya. Harapan hati selalu terkondisi untuk merasa fakir kepada-Nya, karena mereka yakin hanya Dia-lah yang dapat menyelesaikan segala urusan. Seperti orang yang dihimpit hutang yang harus segera diselesaikan, padahal belum ada persiapan untuk pelunasan, saat itu iman malah menjadi cemerlang. Sholat dan dzikir malam yang biasanya berat menjadi ringan bahkan menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, terlebih ketika jaminan sudah waktunya mau dilelang.

Dalam himpitan hidup itu, terkadang orang beriman menemukan mazidah yang tidak pernah ditemukan dalam sholat maupun puasa. Bukan sekedar berbentuk pahala, tetapi berupa pemahaman hati untuk mensikapi realita. Ilmu yang memancar dalam hati yang tidak bisa didapatkan dengan membaca maupun mendengarkan, itulah bagian dari rahasia ilmu laduni yang diturunkan dalam hati orang beriman, warid yang diturunkan buah wirid yang dijalani.

Bagaikan mentari pagi ketika memancarkan sinar, ketika pemahaman itu telah menyinari hati orang beriman, maka ufuk dada mereka menjadi lapang. Meskipun urusan hutang belum menunjukkan titik terang, namun mereka mampu menghadapi dengan hati tenang. Tidak takut dan khawatir karena yakin Allah akan menurunkan pertolongan. Mazidah itu bisa diturunkan, karena saat masa sulit itu ibadah yang dilaksanakan mampu didasari dengan iman dan keyakinan.

Jika orang beriman mampu mengkondisikan hatinya seperti keadaan orang yang sedang terhimpit dalam kesulitan. Mereka mampu melahirkan sifat fakir di hadapan kekuasaan dan kebesaran Allah, maka meski tanpa adanya himpitan hidup yang mendesak, mazidah itu akan tetap didatangkan. Itulah sunnah yang sudah ditetapkan. Sebagai hukum sebab akibat yang tidak ada perubahan. Apabila orang beriman mampu mengkondisikan sebab dengan sempurna maka akibatnya akan didatangkan dengan sempurna pula. Asy-Syekh berkata: Jika engkau berkehendak diturun pemberian kepadamu, maka bersungguh-sungguhlah engkau merasa fakir di hadapan-Nya; Sesungguhnya sedekah itu bagi orang fakir.
 (QS.At-Taubah(9);60)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar