Kamis, 01 Agustus 2013

Kisah Rosulullah SAW dan seorang pengemis Yahudi Buta



Kisah Rosulullah SAW dan seorang pengemis Yahudi Buta.



“Hari ini aku mau cerita yang mana cerita itu sudah pada makfum paham bahkan sudah ada yang hafal, yaitu cerita tentang : Seorang Pengemis Yahudi Buta.”
Kata Abah Kyai setelah duduk.

Baiklah aku mulai :

.........  seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah yang selalu menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Setelah Rasulllah Saw meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi Aisyah, anaknya yang juga isteri Rasulullah Saw. Sesampainya di rumah Aisyah, Abu Bakar bertanya kepada anaknya apa sunnah Rasulullah yang belum dikerjakan olehnya. Aisyah menjawab bahwa Rasulullah Saw setiap memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah.
Abu Bakar pun bergegas menuju pasar Madinah menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Namun, karena ingin mengikuti sunnah Rasulullah Saw, Abu Bakar tetap memberi makan Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya. Namun alangkah kaget Abu Bakar karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata, “Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan”.
Kemudian Abu Bakar berkata kepada pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari telah tiada. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari adalah Rasulullah Saw. Betapa terkejut Yahudinya tersebut mengetahui bahwa orang yang menyuapinya adalah Rasulullah Saw; orang yang setiap hari dijelek-jelekkannya. Akhirnya pengemis Yahudi buta itu masuk Islam.


Santri-santriku, cerita itu sudah sering kita dengar atau bahkan sering kita baca, namun sampai saat ini hanya sedikit yang dapat  mengambil pelajaran, padahal cerita tersebut sangat sarat akan suri tauladan.

Perhatikan,
Seorang pengemis, bukan penguasa, Yahudi bukan hanya muslim, di pojok pasar bukan di hotel berbintang ataupun rumah mewah, tak luput dari perhatian Nabi SAW, begitu perhatiannya beliau pada manusia. Ini memberikan pelajaran pada kita untuk menyayangi manusia tanpa melihat siapa?, bagaimana?, dimana?, Kenapa? Dan berbagai pertanyaan lain,  saya justru melihat beliau memandang dari sisi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, dengan menghargai ciptaannya, sebisa mungkin kita menghargai Sang Pencipta. Subhanallah.

Setiap pagi, menyuapi si Pengemis, dengan melumatkannya dulu makanan sehingga lebih mudah dicerna, betapa mulia dan luhur kepribadian Rosulullah SAW, disini pelajaran yang dapat kita ambil adalah dalam membantu seseorang harus tuntas, sampai hal-hal yang terkecilpun harus kita lakukan, dan dilakukan disaat yang tepat, hal ini digambarkan dengan waktu yang dilakukan pagi hari, dimana tubuh membutuhkan asupan makanan, untuk melakukan aktivitas. MasyaAllah..!

Pencaci, ya..! si Pengemis tersebut  adalah seorang Yahudi yang sering mencaci maki, menjelek-jelekan, menghina, mengumpat beliau Rosulullah SAW. Dan itu dilakukan setiap hari di pojok pasar di tempat berkumpulnya orang.

“Aku yang begini, tak bisa membayangkan apalagi meniru persis Beliau SAW, lihat santri macem-macem langsung saja, hatiku sudah mangkel, kalo perlu tak sidang.” Abah mengalihkan alur cerita dengan membandingkan.

Apalagi sambil nyuapin di hina dihadapan orang banyak tiap pagi. Tingkat kesabaran, ketabahan  yang luar biasa. Sulit dicari dijaman sekarang ini, lha terus bagaimana dengan kita sekarang ini?

Santriku,
Dari cerita diatas penggalan yang manakah yang sudah kita jadikan panutan? Yang sudah kita terapkan dalam hidup sehari-hari. Sudahkah kita menghormati segala ciptaan Allah apapun bentuknya? Apapun  namanya?
Santriku,
Sudahkah engkau mempermudah perkara orang sesuai dengan porsinya, hari ini? Sampai sedetil-detilnya?
Santriku,
Sudahkah engkau menahan marahmu ketika dicaci maki orang?

Kalau engkau memang mengakui bahwa beliau SAW, merupakan sumber inspirasi , tempat “USWATUN KHASANAH” sudah selayaknya perilaku beliau ini engkau terapkan dalam kehidupan sehari-hari sedikit demi sedikit, asal istiqomah.

"Pahaaam......!"

“Pahaaaaam, abaaah.....” bagaikan koor para santri menyaut.
“Ya sudah sekarang nDarusnya teruskan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar